langit
hari ini gelap, tidak nampak bintang sama sekali tapi banyak kendaraan berlalu
lalang disekitar daerah pinggiran kota. Perkenalkan aku seorang mahasiswa
profesi yang sedang galau, tidak tahu harus berbuat apa. Kata orang menjadi
dokter itu enak, kata orang menjadi dokter itu hebat, tapi apalah arti seorang
aku yang tidak memiliki cita cita dan tersesat di jurusan kedokteran gigi. Jika
orang beranggapan aku meremehkan bukan itu maksudku, tapi aku hanya ingin mencurahkan
cerita yang mungkin bisa menjadi pelajaran buat yang membaca tulisan amatir
ini. Aku ingin bercerita saja apa yang aku alami, karena aku tak pandai
berdongeng meskipun aku senang berfantasi berkhayal memikirkan sesuatu yang
tidak bisa dinalar tapi aku tidak pandai menuangkannya dalam cerita.
Aku
dilahirkan di keluarga sangat biasa, merintis semuanya dari nol, ketika
menduduki bangku SMA semua teman-temanku mempunyai cita cita, dan aku hanyalah
salah satu dari sekian banyak dari mereka yang tak bercita-cita. Memasuki
detik-detik mencari kuliah aku mencoba berbagai kampus untuk aku masuki dan di
tolak berkali-kali, tujuanku saat itu adalah yang penting kuliah. Dan saranku
untuk yang mempunyai adek atau saudara tolong dibimbing supaya tidak seperti aku,
daftar kesana kemari tanpa tujuan. Hingga suatu hari bapak, yang terlahir dari
keluarga petani dan aku harap aku juga memiliki bakat dalam bercocok tanam saat
itu memberikan saran untuk mencoba daftar di unversitas islam swasta di jogja,
dari awal aku tidak tertarik tapi aku ikutin saja dengan pemikiran siapa tahu
beruntung. Dengan modal info seadanya aku diatar bapak ke jogja dengan naik bis
ekonomi yang terkenal dengan warna birunya, sampai di terminal kita bertanya
tanya kepada setiap orang bis apalagi yang harus kita tumpangi menuju kampus
itu, dan ternyata bis yang kita naikin adalah bis jurusan borobudur yang hanya
ada beberapa atau dengan pilihan naik bis magelang yang tersedia banyak. Kami
memutuskan untuk naik bis jurusan magelang, karena saat itu bis jurusan
borobudur benar-benar lama untuk ditunggu. Kita menjadi manusia siaga yang
melihat sekeliling di spanjang perjalanan dan ketika hampir sampai ternyata di
ring road tidak boleh berhenti sembarangan sehingga kita diturunkan di lampu
merah gamping. Okay, karena awalnya aku kira dekat aku mengajak bapak untuk
jalan kaki, aaaaaaaa.... dan kau tau ini sungguh jauh...jauh sekali. Sampai di
tempat tes aku tidak tahu harus memilih
jurusan apa, dan tanpa ragu bapak menyuruhku menulis kedokteran gigi untuk 2
pilihan yang ada. Oke, ujicoba tes pertama, zonk! Cuma dapat nilai 65 sedangkan
untuk bisa lolos dibutuhkan nilai 75, hahahaha... tes kedua, naik Cuma 68, hah!
Bego. Lalu bapak memutuskan untuk pulang, sebenarnya masih ada 1 kesempatan
lagi tapi hari sudah menjelang sore, kami tidak ingin kemalaman sampai rumah.
Sebelumnya kita mendaftar untuk ujian tulis karena itu saran bapak. Di hari tes
tulis di akhir pekan aku berangkat dari rumah sodara yang di klaten dan diatar
oleh tetangganya, rasanya saat itu sesuatu banget seperti pergi dengan orang
asing dan sendirian. Saat tes aku merasakan mata yang beraat dan kebiasaanku
mulai lagi, aku ngantuk saat tes kali ini. Saat saat akhir aku buru-buru dan
karena salah nilai menjadi minus akhirnya banyak pertanyaan yang tidak aku
jawab juga sih. Keluar ruangan dengan perasaan bersalah dan pulang dengan tanpa
mengharapkan sedikitpundari hasil tes tadi. Di hari pengumuman sodara ku
menelpon dan memberitahu namaku tertulis disalahsatu koran loka yang memuat
pengumuman penerimaan mahasiswa baru itu, ini amazing, ini keberuntungan. Perjuanganku
belum berhenti disini, aku merasa ini bukan hal yang aku suka, aku terus
berusaha masuk ke jurusan teknik, tapi apadaya tidak ada yang diterima semua
hasil tes ku hingga akhirnya tiba waktu SNMPTN tiba ibu memberiku kesempatan
terakhir setelah itu aku tidak boleh daftar-daftar lagi. Aku meras bego sekali
tidak bisa diterima di unversitas negeri tapi tetap harus aku syukuri aku masih
bisa sekolah. Dari awal masuk hingga mau lulus pun aku belum merasakan
kesenangan dijurusan ini, tapi aku jalani saja aku nikmati rasanya bermain
bersama teman-teman baru dari berbagai tempat. Hingga tiba semua perjalanan ku
menjadi sarjana selesai, saat wisuda aku tidak merasakan bahagia, entahlah kenapa.
Aku tidak mendatangi acara wisudaku dan memberikan berjuta kalimat untuk alasan
kepada kedua orangtuaku, untungnya mereka mau menerimanya. Butuh waktu untuk
menyukai profesi ini, ga gampang. Karena apa? Karena memang feel nya belum
dapet kalau bahasa gaulnya. Selama kuliah banyak cerita tentunya tapi yaa
begitulah. Hingga tiba saat profesi kegalauanku semakin diuji. Saat ini
sekarang ini menjadi seorang koas itu super entahlah. Profesi dokter gigi yang
dianggap nomer dua karena bukan dokter sebenarnya katanya. Whatever buatku, tapi naluri orang desa
tidakbisa berbohong, kalau aku jadi dokter berarti aku harus rela menolong
orang tanpa pamrih dengan kenyataan alat dan bahan menjadi dokter gigi itu
tidak murah. Kalau kata pamanku aku terlalu muluk memikirkan yang seharusnya
belum aku pikirka dulu, seharusnya aku memikirkan untuk lulus dulu. Tapi apa
daya aku enggan mengulang kesalahan dengan melangkah tanpa tujuan lagi, karena
selama perjalanan sungguh tidak enak. Kalau menurut bapak aku ini masih kurang
bertanggung jawab dan itu yang ingin aku buktikan hingga saat ini. Aku harus
bertanggung jawab, ini keputusanku untuk meneruskan keinginan bapak tapi untuk
selanjutnya aku harus bisa mengambil keputusan sendiri. Mungkin setelah ini aku
akan smenulis lagi tentang kegalauan galau lain. Selalu saja, setiap kali
kepala dipenuhi masalah banyak kata-kata yang ingin disampaikan tapi tersendat
karena malasnya mengungkapkan, ah entah malas atau malah ga sanggup
mengunggkapkan. Ketika dihadapkan masalah dengan profesi dan mencoba keluar
dari bangunan berwarna putih itu dan bertemu dengan orang orang sekeliling
langsung rasanya pengen sedih, ingat bapak di rumah. Aku benci mengakuinya aku
berasa jadi manusia bodoh dan ceroboh. Biarlah tulisan tulisan ini menjadi
sampah media, syukur syukur ada teman untuk sharing atau bisa membantu masalah
psikologisku ini. Aku akui aku ini seperti orang aneh yang memiliki pemikiran
yang kadang orang tidak paham denganku. Aku belum menemumakan duniaku di usia
seperempat abad ini,dan aku takut ini menjadi sebuah tanda bahaya.
0 komentar:
Posting Komentar